Minim Guru Matematika di Desanya, Junaidi Mustafa Mahasiswa Asal NTT Semangat Kuliah untuk Kembali ke Daerah Asal

Junaidi Mustafa mahasiswa asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bisa menempuh pendidikan gratis di Universitas Muhammadiyah Surabaya (Humas)

Kisah inspiratif datang dari Junaidi Mustafa mahasiswa asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bisa menempuh pendidikan gratis di Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) berkat beasiswa KIP-K dari pemerintah. Jun mengambil jurusan Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Rupanya Jun mengambil jurusan matematika karena kecintaanya terhadap angka sejak kecil, bahkan beberapa kali ia mengikuti olimpiade matematika di Flores. Pengambilan jurusan tersebut juga didukung kondisi di lingkungannya yang masih minim pendidik berlatar belakang pendidikan matematika.

“Kebetulan kan  termasuk di wilayah 3T (terdepan, terpencil dan tertinggal) jadi bisa sekolah hingga sarjana itu rasanya bersyukur sekali, karena kebanyakan di desa kami pemudanya memilih merantau ke Kalimantan, kalau ndak gitu jadi nelayan setelah lulus sekolah,”ujar Jun Selasa (17/9/24)

Jun merupakan anak terakhir dari tujuh bersaudara. Ayahnya Mustafa Wahab dan ibunya Rahmawati hanya lulus hingga SD. Ayahnya bekerja sebagai buruh tani yang penghasilannya tidak menentu, sehingga terkadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan satu keluarga. Ada jagung dan padi yang ditanam ayahnya di lahan kosong. Dari hasil tersebut dibuat untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 

“Kadang cukup kadang tidak, dulu pas masih sekolah SMA sering terlambat bayar SPP, alhamdulillah sekarang sudah terlunasi,”katanya. 

Jun bukan sarjana pertama di keluarganya, satu kakanya telah menjadi guru di Surabaya. berbeda dengan kakanya, Jun justru ingin kembali ke daerahnya Desa Lohayomg Kecamatan Solor Timur Flores karena ia melihat kondisi pendidikan disana masih memprihatinkan.

“Pengenlah suatu saat jadi guru, kalau bisa malah punya tempat untuk memberikan les anak-anak terkait matematika. Karena masih banyak anggapan matematika itu pelajaran yang sangat sulit,”imbuhnya lagi.

Jun layak mendapat apresiasi, rupanya untuk bisa sampai ke Surabaya dan berkuliah dia harus bekerja selama dua bulan. Jun bekerja sebagai nelayan dan pekerja kasar. Uang itu ia kumpulkan untuk biaya transport ke Surabaya dengan menaiki kapal.

“Saya naik kapal laut 4 hari 3 malam sendiri. Sebenarnya agak takut, tapi karena mimpi saya lebih besar, jadi rasa takutnya hilang,”imbuhnya lagi. 

Menurut Jun, nasihat ayahnya selalu dia ingat. Jika ayahnya bekerja di bawah terik matahari, anaknya harus bisa lebih baik kerjanya. Jun juga berjanji, ia akan memberikan yang terbaik untuk keluarganya dan desanya.

“Perjuangan orang tua sudah berat, lewat pendidikan ini saya tidak akan menyia-nyiakan. Saya akan bertanggung jawab dan memberikan yang terbaik untuk apa yang telah dititipkan kepada saya, salah satunya kesempatan bisa berkuliah,”pungkasnya. 

 

Updated: September 17, 2024 — 5:00 pm

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *