Jakarta–
Menjamurnya konser di Indonesia usai COVID-19 membuat masyarakat senang tapi di sisi lain juga mencekik. Sebab, harga tiket konser di negara ini terbilang mahal.
Tak cuma artis dalam negeri, Indonesia juga menjadi destinasi populer buat artis luar negeri untuk mengadakan konser. Hampir setiap minggu, ada saja artis baik western maupun k-pop yang melangsungkan konser atau fan meeting. Belum lagi festival yang menghadirkan bintang tamu banyak artis dalam satu acara.
Namun, mahalnya harga tiket konser di Indonesia membuat masyarakat gerah. Banyak yang mempertanyakan alasan mahalnya harga tiket konser di sini bila dibandingkan dengan negara lain.
Ambil contoh harga tiket konser Coldplay. Rupanya, harga tiket konser di Jakarta lebih mahal dibandingkan di Singapura.
Harga tiket konser Coldplay di Jakarta berkisar Rp 800 ribu hingga Rp 11 juta. Sedangkan di Singapura, harganya berkisar SGD 68 atau Rp 758 ribu hingga SGD 298 atau Rp 3,3 juta.
Terkini, harga tiket ajang penghargaan musik Korea Selatan, Golden Disc Awards (GDA), juga dikeluhkan mahal. Acara yang bakal digelar 6 Januari 2024 di Jakarta itu menyuguhkan penampilan banyak artis tetapi harganya jauh lebih mahal dibandingkan GDA di Bangkok yang menjadi tuan rumah sebelumnya.
Harga tiket GDA 2023 di Bangkok berkisar antara 1.800 Baht hingga 6.500 Baht. Bila dikonversi ke Rupiah, harganya sekitar Rp 795 ribu hingga Rp 2,9 juta.
Bandingkan dengan GDA Jakarta yang harganya berkisar Rp 1,3 juta hingga Rp 6 juta sebelum pajak. Jika ditambah aneka pajak, harga paling mahal menyentuh Rp 7 juta.
Penting juga dicatat bahwa upah minimum rata-rata di Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara tersebut, sehingga disparitas harga menjadi lebih tinggi.
Tanggapan Sandiaga soal Mahalnya Tiket Konser di Indonesia
Dalam wawancara bersama detikcom, Menparekraf Sandiaga Uno mengatakan salah satu faktor yang menyebabkan mahalnya harga tiket di Indonesia adalah perizinan yang rumit. Hal ini membuat penyelenggara konser membebankan biaya yang harus mereka keluarkan kepada penonton.
“Salah satu (alasan) harga tiket yang mahal itu karena perizinan sebelumnya yang dirasakan rumit, bertele-tele. Dan akhirnya karena cost-nya tinggi, akhirnya dibebankan kepada harga tiketnya,” kata dia.
Untuk mengatasi ini, Sandiaga menawarkan solusi dengan membangun sistem yang lebih transparan dan mudah untuk penyelenggara konser.
“Nah, ini yang kita harapkan dengan perizinan berbasis digital, perizinannya tidak berbiaya. Semuanya transparan. Biaya yang selama ini bisa mencapai 30-40 persen, kita bisa kurangi di bawah 10 persen,” ujar dia.
Selain itu, Sandiaga menjelaskan frekuensi konser yang tinggi akan membuat kualitas sumber daya manusia meningkat juga dapat mempengaruhi turunnya harga tiket.
Menanggapi tentang tingginya harga pajak yang harus dibayar penonton, Sandiaga menjanjikan adanya koordinasi dengan kementerian dan lembaga lainnya. Termasuk juga dengan pemerintah daerah sebagai pihak yang memiliki kewenangan terhadap pajak hiburan.
“Kita terus berkoordinasi melalui fasilitasi Kementerian Dalam Negeri karena pajak hiburan itu wewenangnya pemerintah daerah dan mereka memiliki BAPPEDA. Ini yang kita dorong bahwa kalau kalian mau gerakkan ekonomi, pajak itu harus menjadi instrumen untuk menstimulasi. Jadi, pajak hiburan itu kita bisa gunakan sebagai insentif bagi para penyelenggara, promotor yang bisa menggerakkan ekonomi,” ujarnya.
“Jadi menurut saya, diskusi ini bisa kita perluas. Kita nanti ajak teman-teman. Kadang-kadang mereka terbentur karena ada peraturan DPRD, ada Perda dan lain sebagainya, atau ada Pergub, atau Perbup, Perwali. Nah ini yang nanti bisa difasilitasi dengan bantuan dari teman-teman di Kementerian Dalam Negeri,” dia menegaskan.
Simak Video “Intip Rencana Besar Pemerintah Benahi Ekosistem Konser Indonesia”[Gambas:Video 20detik](pin/fem)